Jumat, 03 Agustus 2012

Korupsi ? Virus Perusak Generasi

   Oleh Rustomo 
 
Perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri sangat berpeluang untuk korupsi.  Secara harafiah, pelaku pelaku korupsi (Koruptor) secara tidak wajar dan ilegal memperkaya diri  dengan menyalah gunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Semua bentuk pemeritahan rentan dengan korupsi dalam prakteknya. Pejabat administrasi negara yang menduduki jabatan, sangat rentan terkena korupsi, mulai dari Presiden hingga kepala desa. Bahkan dalam arti luas, korupsi juga bisa menyentuh aparat eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2011 pelaku korupsi banyak yang berlatar belakang  berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tersangka berlatar belakang PNS menempati urutan teratas dengan jumlah 239 orang diikuti oleh direktur atau pimpinan perusahaan swasta dengan 190 orang, serta anggota DPR/DPRD dengan jumlah 99 orang. Sedangkan modus korupsi terdiri dari Penggelapan 168  orang, Penyalahgunaan Anggaran 81 orang, dan Mark Up sebanyak 80 orang. 

Dalam laporannya ICW mengumumkan Tren Penegakan Hukum Kasus Korupsi 2011 terdapat tiga besar sektor yang paling merugikan negara. Sektor investasi pemerintah, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp439 miliyar, Sektor keuangan daerah dengan potensi merugikan negara mencapai Rp417,4 miliyar, dan  sektor sosial kemasyarakatan yang kasusnya berkaitan dengan dana-dana bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang diperkirakan mencapai  Rp299 miliar.
Korupsi telah menjadi sebuah virus sosial, yang tingkat penyebarannya sangat tinggi. Dalam ilmu kesehatan, daerah atau wilayah tubuh yang terserang suatu virus maka harus dilakukan tindakan pengkarantinaan sebagai tindakan pencegahan penyebaran. Yang memalukan adalah, hari ini, Indonesia telah memenuhi prasyarat untuk masuk kategori wilayah karantina. Karena di Indonesia, korupsi telah menjadi budaya yang tidak lagi dipandang sebagai pendhaliman namun telah menjadi kalaziman untuk dilakukan.
Dalam laporannya ICW mengumumkan Tren Penegakan Hukum Kasus Korupsi 2011 terdapat tiga besar sektor yang paling merugikan negara. Sektor investasi pemerintah, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp439 miliyar, Sektor keuangan daerah dengan potensi merugikan negara mencapai Rp417,4 miliyar, dan  sektor sosial kemasyarakatan yang kasusnya berkaitan dengan dana-dana bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang diperkirakan mencapai  Rp299 miliar.
Korupsi telah menjadi sebuah virus sosial, yang tingkat penyebarannya sangat tinggi. Dalam ilmu kesehatan, daerah atau wilayah tubuh yang terserang suatu virus maka harus dilakukan tindakan pengkarantinaan sebagai tindakan pencegahan penyebaran. Yang memalukan adalah, hari ini, Indonesia telah memenuhi prasyarat untuk masuk kategori wilayah karantina. Karena di Indonesia, korupsi telah menjadi budaya yang tidak lagi dipandang sebagai pendhaliman namun telah menjadi kalaziman untuk dilakukan.
Dari tatanan demokrasi, korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintah yang baik (Good  Governance) dengan cara menghancurkan proses formal.  Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatannya bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan omvestasi publik ke proyek proyek masyarakat yangmana sogokkan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syrat sayrat keamnan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan insfrastruktur dan menambah tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. 

Kalau memang korupsi telah terjadi, tindak pelaku korupsi dengan mengatasinya dengan langkah kuratif dan tindakan represif yang tegas, yakni memberikan hukuman yang tegas dan setimpal. Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya mulai dari yang paling ringan, seperti nasehat atau teguran, sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.

Ada sebuah kenaifan yang luar biasa di republik ini. Ketika pemberantasan korupsi hanya sebatas menyeret pelakunya ke dalam penjara, karena gerakan ini sama sekali tidak menyentuh substansi virus korupsi. Solusi yang dibutuhkan adalah konstruksi pendidikan yang memberikan landasan moral, etika dan spiritual sosial kolektif kebangsaan.
Pendidikan harus diarahkan untuk membuka wawasan kehidupan, cakrawala batin agar bangsa ini tidak terbelit otomatisme ketidaksadarannya terhadap pola-pola hubungan koruptif yang telah berakar dan terbentuk dari sejarah masa lalu. Pendidikan lebih difokuskan kepada pendidikan karakter, pendidikan mental mentalitas yang sehat. Harapannya, di masa yang akan datang lahirlah bangsa dan masyarakat dengan mental dan watak yang memahami nilai-nilai kebersamaan, kebangsaan, kebenaran, kejujuran, kesucian hati maupun jiwa. Di tangan merekalah, Indonesia ini kelak kita titipkan(rstmopm).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar